Sejumlah Ppdb Online 2017 Sekolah Bermasalah

loading...
PPDB "Online" Kota Bekasi pada Jalur Zonasi Banyak yang Bermasalah


Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Ali Fauzi menyampaikan banyak siswa yang bermasalah pada jalur zonasi dalam registrasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online di Kota Bekasi.

“Warga yang di sini (hadir ke Disdik) yang memang memakai jalur zonasi. Tidak lepas dari masalah NIK (Nomor Induk Kependudukan). NIK kadang bermasalah ketika mau daftar,” ujar Ali ketika diwawancarai di Gedung Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bekasi, Kamis (6/7/2017).

Ia melanjutkan dalam PPDB online tahun 2017/2018 mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) bahwa 60 persen siswa dari setiap sekolah, siswanya berasal dari lingkungan tersebut melalui jalur zonasi.

Ali menerangkan, alasannya ialah diprioritaskan untuk jalur zonasi kepada masyarakat sekitar lingkungan sekolah, tentu saja masyarakat harus sudah menyiapkan KK (Kartu Keluarga) dan NIK.

Baca: Kata Kadisdik Bekasi soal Nem yang Berubah Saat Daftar PPDB Online

Namun, ada beberapa data siswa yang masih bermasalah. Sementara, siswa yang mendaftar melalui jalur zonasi dipengaruhi oleh NIK yang menyampaikan domisili siswa berada di lingkungan sekolah atau tidak, dalam artian masih dalam satu kelurahan atau satu kecamatan.

“Saya kira tolong-menolong ada juga beberapa masyarakat yang kebetulan sudah punya NIK tapi pindah. Ketika ia pindah ke suatu daerah, ke kecamatan lain, atau kelurahan lain sehingga tidak melapor. Sehingga alhasil tidak terdeteksi NIK-nya,” kata Ali.

Karena banyaknya NIK dan PIN siswa yang bermasalah, maka registrasi PPDB online di Kota Bekasi diperpanjang. Sehingga bagi siswa yang bermasalah pada NIK dan PIN sanggup memperbaiki data ke Disdik Kota Bekasi.



Dewan Kritik Dinas Pendidikan Terkait Kisruh PPDB 2017 di Nunukan



Anggota DPRD Nunukan Kalimantan Utara meminta Dinas Pendidikan Kabupaten Nunukan menuntaskan kisruh penerimaan peserta didik gres ( PPDB) Sekolah Menengan Atas tahun fatwa 2017.

Wakil Ketua Komisi III DPRD Nunukan Niko Hartono mengatakan, Kadisdik Kabupaten Nunukan seharusnya berkoordinasi dengan Diknas Provinsi untuk menuntaskan permasalahan ratusan lulusan Sekolah Menengah Pertama yang tidak tertampung di Sekolah Menengan Atas Negeri Nunukan.

"Seharusnya berkoordinasi dengan provinsi terkait masalah banyaknya siswa yang tidak tertampung di Sekolah Menengan Atas Negeri. Bukan solusi jikalau memaksakan tiruana siswa Sekolah Menengah Pertama negeri masuk ke Sekolah Menengan Atas Negeri dengan membuka kelas tambahan,” ungkapnya Jumat (7/7/2017).

Saat ini, banyak lulusan Sekolah Menengah Pertama yang gagal mendaftar alasannya ialah kurangnya sosialisasi sistem zonasi yang diberlakukan. Parahnya, Dinas Pendidikan Nunukan tidak mempunyai data jumlah kelulusan siswa Sekolah Menengah Pertama tahun 2017.



Untuk menuntaskan problem tersebut, Dinas Pendidikan meminta sekolah negeri menambah kelas tambahan. Namun hal tersebut dinilai bukan solusi.

Kadisdik, sambung dia, kurang mengantisipasi membludaknya lulusan Sekolah Menengah Pertama yang mendaftar pada PPDB tahun 2017. “Seharunya Dinas Pendidikan sudah mengantisipasi berapa lulusan Sekolah Menengah Pertama yang bisa ditampung di Sekolah Menengan Atas negeri. Mereka malah tidak punya data,” imbuhnya.

Sebelumnya, puluhan orangtua siswa di Kabupaten Nunukan menggelar demo memprotes pemberlakuan sistem zonasi pada PPDB tahun fatwa 2017 yang membuat anak mereka tidak diterima di Sekolah Menengan Atas negeri.

Mereka menuntut pihak Sekolah Menengan Atas negeri membuka kelas gres supaya anak mereka bisa tertampung. Puluhan orangtua siswa tersebut enggan mendaftarkan anak mereka ke sekolah swasta alasannya ialah minimnya guru serta tidak adanya peralatan laboratorium komputer dan perpustakaan.


Penolakan orangtua siswa mendaftarkan anaknya ke sekolah swasta, sambung Niko, harusnya menjadi tantangan Dinas Pendidikan untuk memmenolong sekolah swasta berkembang dan mempunyai peralatan penunjang yang lengkap.

”Ini menjadi tantangan Dinas Pendidikan baik Kabupaten maupun provinsi untuk memmenolong sekolah swasta di Nunukan berkembang. Kalau memakasakan sekolah negeri, kapasitasnya sudah tidak mampu,” ucapnya.

Selain meningkatkan kualitas sekolah Sekolah Menengan Atas swasta, Niko Hartono berharap Dinas Pendidikan Kabupaten Nunukan dan Provinsi membangun ruang kelas gres untuk menambah daya tampung Sekolah Menengan Atas negeri.






Puluhan orangtua calon siswa Sekolah Menengan Atas mengadu ke Lembaga Ombudsman (LO) DIY pada Kamis (6/7/2017) siang ini.

Mereka mengadukan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Sekolah Menengan Atas yang dinilai tak adil.
Salah satu orang bau tanah siswa, Wiwik Widayati mengaku kecewa karena anaknya tidak menerima kuota di Sekolah Menengan Atas negeri.

Ia mempermasalahkan registrasi yang bersamaan antara pendaftar reguler dengan pendaftar melalui jalur Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Dituturkannya, dengan sistem kuota 20 persen untuk siswa miskin, tiap sekolah sudah mengunci.


Ia menilai, sistem kuota 20 persen untuk siswa miskin tidak melihat pada kualitas siswa namun seolah spesialuntuk memaksakan kuota sehingga merugikan siswa reguler yang mempunyai nilai UN tinggi alasannya ialah tereliminasi.
"Anak saya nilai NEM UN-nya 354 tapi tidak bisa diterima di Sekolah Menengan Atas 7, 11, dan 10, sedang siswa yang punya kartu sakti SKTM dengan nilai 263 bisa diterima di Sekolah Menengan Atas 10, ini kan tidak adil," ungkapnya pada Kamis (6/7/2017).
Para orangtua ketika ini gelagapan, karena sebanyak 419 calon siswa tereliminasi dan tidak diterima di Sekolah Menengan Atas Negeri Kota Yogyakarta.



Sedang bila mereka mencabut berkas secara online, mereka tidak bisa mendaftar Sekolah Menengan Atas Negeri di tempat lain.

"Saya sudah coba ke Sekolah Menengan Atas negeri di Sewon, Bantul tapi ternyata alasannya ialah anak saya sudah daftar dan verifikasi di Sekolah Menengan Atas Kota Yogyakarta, kami ditolak mendaftar ke sistem online di daerah," tutur orang bau tanah siswa lainnya.

Puluhan orangtua siswa ini sudah mencoba mengadu dan komplain ke Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY namun hasilnya nihil.
Mereka berharap bisa menerima kejelasan dari dinas terkait alasannya ialah mereka spesialuntuk menerima peluang hingga sore ini.

Sementara itu Kepala LO DIY Sutrisnowait yang mendapatkan aduan para orang bau tanah siswa menyebut sedang mengkomunikasikan dnegan kepala Disdikpora DIY.

Dalam jangka pendek, LO DIY akan meminta penjelasan terkait sistem PPDB online yang gres kali ini dipertanggung jawabankan oleh pemerintah tingkat provinsi.


Dugaan Kecurangan PPDB Dilaporkan Terjadi di 14 Sekolah Menengah Pertama di Bantul


Jumlah kasus dugaan kecurangan dalam penerimaan peserta didik gres (PPDB) di Kabupaten Bantul bertambah. Hingga Jumat (7/7/2017) Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY mendapatkan informasi dugaan kecurangan di PPDB 14 Sekolah Menengah Pertama di Bantul.
Menurut Kepala ORI Perwakilan DIY, Budhi Masthuri,pihaknya mendapatkan pemanis informasi tersebut dari sumber yang digali di lapangan dan tidak terdeteksi semenjak pertama, ibarat diketahui ORI Perwakilan DIY melaksanakan pemantauan rutin PPDB dalam beberapa hari terakhir. Menurutnya kecurangan yang terjadi hampir sama.

"14 sekolah itu mengalami problem yang sama soal akurasi zonasi yang tidak sama pada surat keterangan lurah," kata Budhi, Jumat (7/7/2017).
Data jarak antara sekolah dengan tempat tinggal siswa atau rumah diduga disunat atau diperdekat. Ada dugaan hal ini dilakukan supaya calon siswa bisa diterima melalui jalur zonasi yang akan memprioritaskan siswa yang paling bersahabat dengan sekolah. Meskipun ada kemungkinan juga alasannya ialah ada kesalahan pengisian.

Adapun kuota untuk zonasi atau yang juga disebut jalur lingkungan sekolah ini ialah 30 persen dari daya tampung Sekolah Menengah Pertama tersebut.
14 sekolah itu berdasarkan Budhi Masthuri antara lain berasal dari Sekolah Menengah Pertama di wilayah Banguntapan, Imogiri, Bantul dan Pandak. Dan belum diketahui berapa calon siswa yang melaksanakan kecurangan dan hal ini akan dilakukan penelusuran lebih lanjut.

ORI Perwakilan DIY juga akan berencana untuk menjadwalkan pertemuan dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Bantul pada Rabu pekan depan. Sementara itu pada Jumat (7/7/2017) tim dari ORI Perwakilan DIY melaksanakan pengumpulan data dan informasi pendalaman terkait dugaan manipulasi data zonasi di Sekolah Menengah Pertama N 1 Pandak.

Budhi Masthuri menyampaikan tim meminta copy dari dokumen surat keterangan lurah terkena jarak zonasi seluruh calon siswa jalur ini yakni 60 siswa. Pihaknya akan melaksanakan pengecekan terhadap dokumen tersebut secara sampling.

"Nanti kita bisa ambil sampel dari 60 dengan metode sederhana melalui maps google maps bis di cek," kata Budhi.


Website PPDB Jabar Lelet, Hari Terakhir Pendaftar Sekolah Menengan Atas Negeri Panik


Hari keenam pada Sabtu (8/7/2017) ialah  hari terakhir registrasi online calon siswa Sekolah Menengan Atas Negeri dan Sekolah Menengah kejuruan Negeri di wilayah Jawa Barat.

Banyak pendaftar (calon siswa)  yang gelagapan dan kalang kabut, terutama yang tergusur di pilihan pertama pada kemarin pagi, sementara  di sekolah pilihan kedua namanya belum muncul di website PPDB Jabar.

Mereka mencoba mengadu ke 10 nomor di call center, namun susah. 10 nomor itu bisa menyambung, tapi tidak ada yang mengangkat, sedang di luar area, ada pemdiberitahuan layanan yang menyatakan nomor sedang melayani, dan lainnya.

Alhasil, para siswa dan orang bau tanah mereka buru-buru ke sekolah dan mengadukan nomornya yang ‘ketendhang’ di pilihan pertama, namun tidak muncul di Sekolah Menengan Atas Negeri pilihan kedua.

Hal itu di antaranya diakui oleh Aya, yang mendaftar di SMAN 3 Depok. Dia Jumat menjelang siang, namanya sudah menghilang di sekolah pilihan pertama itu. Namun, ditunggu-tunggu, hingga malam, hingga pagi dan siang ini, belum juga muncul di SMAN 5 sebagai pilihan kedua. “Iya, nih, gimana. Ini kan hari terakhir, masak kayak gini, ya gelagapanlah,” katanya.

Menurutnya, ternyata banyak juga calon siswa pendaftar yang mengalami ibarat dirinya dan mengadu ke sekolahan. Sementara, pihak SMAN 3 Depok sebagai tempat mendaftar spesialuntuk menampung dan akan meneruskan pengaduan.

Dwi, salah seorang bau tanah siswa mengaku heran dengan sistem online sekarang, bertele-tele, lelet, dan membuat bingung para orang bau tanah anakdidik. Menurutnya, banyak orang bau tanah mengadu ke sekolah itu, soalnya website PPDB Jabar sering error, dan data yang dikeluarkan lambat.

“Dari petugas di sekolah, dijelaskan bahwa bencana ini bukan spesialuntuk di SMAN 3 Depok, tapi juga di SMA-SMAN Negeri lainnya. Kami minta ini pengelola registrasi bekerja yang bener. Dulu saja, waktu masih dikelola di tingkat Depok, tiruana lancar, ini dikelola Provinsi kok berantakan, dan dimana-mana banyak protes,” katanya.

Kondisi ibarat ini juga membuat ketar-ketir para calon siswa yang namanya masih bertengger di SMAN yang nilainya di bawah SMAN 3, SMAN2,  dan SMAN 8. Sebab, sekolah-sekolah yang NEM-nya lebih rendah akan jadi limpahan dari para pendaftran di sekolah-sekolah kesukaan tersebut.

Nama-nama yang masih bertengger di urutan bawah pada SMAN 11, SMAN 5, SMAN 12, SMAN 13, SMAN 10, dan lainnya, masih rawan tergusur oleh limpahan pendaftar yang tergusur dari sekolah kesukaan dengan NEM tinggi.

Sebab, kondisi keluaran data dari situs PPDB Jabar yang lelet itu, bisa jadi pada ketika jam penutupan nanti nama-nama mereka masih terpampang, namun, ketika pengumuman tidakboleh-tidakboleh ditetapkan sudah tidak ada, tanggapan leletnya sistem kerja situs PPDB Jabar

PPDB Kacau dengan Sistem Zonasi hingga Dugaan "Jual Beli" Bangku

ebijakan zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2017 yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 17 Tahun 2017 menimbulkan permasalahan baru.

Salah satunya ialah permasalahan yang terjadi di Pekanbaru di mana sebuah sekolah disegel alasannya ialah bawah umur yang tinggal di sekitar sekolah tidak diterima. Sedangkan yang jaraknya jauh diterima. Selain di Pekanbaru, di sejumlah tempat juga terjadi hal serupa.


Dari kasus ini, seorang pengamat pendidikan sekaligus penulis, Doni Koesoema menduga ada kesalahpahaman pemerintah tempat dalam menafsirkan Permendikbud tersebut.

"Kalau ada bawah umur di sekitar sekolah yang tidak diterima, ini niscaya kesalahan dalam memahami Permendikbud wacana zonasi," katanya ketika dihubungi Okezone, Selasa (11/7/2017).

Menurut dia, kesalahan dalam menafsirkan hukum PPDB membuat kriteria jarak spesialuntuk menjadi salah satu tolak ukur. "Makanya ada bawah umur yang jarak tinggalnya bersahabat sekolah tetap tidak diterima. Padahal aturannya jelas, zona doloe kriterianya, gres hal lain ibarat rapor dan talenta siswa," imbuhnya.

Akibatnya, dugaan adanya permainan jual beli dingklik tetap santer terdengar dalam PPDB 2017 ini. "Dugaan permainan berdasarkan saya bisa saja ada, tapi tak bisa digeneralisir," ungkapnya.

Sementara itu, berdasarkan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemdikbud Hamid Muhammad, sistem zonasi yang tertuang Permendikbud bertujuan untuk menjamin para siswa yang kurang mampu.

"Kita akan pantau terus yang bermasalah itu. Kami juga menerjunkan tangan kanan dari Kemdikbud untuk menuntaskan segala problem PPDB," pungkasnya.

references by
kompas, tribun, pokotguaws, okezone
0 Komentar untuk "Sejumlah Ppdb Online 2017 Sekolah Bermasalah"

Back To Top