Apa Penyebab Gempa Palu & Donggala 2018 ?

loading...
Kota Palu dan Donggala jadi wilayah dengan kerusakan terparah menyusul gempa dahsyat 7,4 Skala Richter yang mengguncang wilayah itu, Jumat (28/9/2018).

Gempa 7,4 SR itu ialah puncak dari rentetan gempa-gempa yang terjadi semenjak siang hingga Sabtu (29/9/2018) pagi. Gempa 7,7 yang kemudian direvisi menjadi 7,4 SR ini juga memicu terjadinya tsumami 1,5 hingga 3 meter di Palu Jumat, 28 September 2018 pukul 17.22 WIB atau 18.22 WITA, 20 menit setelah gempa.


Kota Palu beserta Teluk Palu bahwasanya bukan kali ini saja dihantam gempa. Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunmi di BMKG, Daryono pernah mempublikasikan artikel terkena gempa di Palu, 2011 silam.

Artikel berjudul 'Tataan Tektonik dan Sejarah Kegempaan Palu, Sulawesi Tengah' ini ia publikasikan beberapa hari setelah Kota Palu dihantam gempa 5,3 Skala Richter, Sabtu (8/1/2011).

Dalam artikel tersebut terungkap kalau Palu berada di atas tiga lempeng tektonik.

"Daerah Palu ialah salah satu daerah seismik aktif di Indonesia. Tingginya tingkat kegiatan kegempaan di daerah ini tidak lepas dari lokasinya yang berada pada zona benturan tiga lempeng tektonik utama dunia, yaitu Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik," kata Daryono dalam artikel tersebut ibarat dikutip TribunJabar.id.

"Daerah Palu ialah salah satu daerah seismik aktif di Indonesia."

Gempa terdahsyat di wilayah ini tercatat terjadi tahun 1927.

Saat itu episentrumnya ada di bawah Teluk Palu.

Tak disebutkan berapa kekuatan gempa tersebut, namun disebutkan kalau gempa itu mengakibatkan tsunami di Teluk Palu.

Tak main-main, tsunami yang menghantam Kota Palu mempunyai ketinggian gelombang hingga 15 meter.

"Banyak bangunan rumah di daerah pantai mengalami kerusakan parah. Bencana ini mengakibatkan 14 orang meninggal, dan 50 orang luka-luka," kata Daryono dalam artikel tersebut.

Gempa ini bahkan hingga mengakibatkan dasar maritim setempat mengalami penurunan hingga 12 meter.

GEMPABUMI tektonik berkekuatan 5,3 pada skala richter (SR) mengguncang Kota Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (8/1/2011) pukul 16.15 WITA (Gambar 1). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam situsnya sebut, sentra gempabumi terletak pada 0,85 Lintang Selatan dan 119,78 Bujur Timur. Gempabumi yang tidak berpotensi tsunami itu terjadi di kedalaman 23 kilometer dengan jarak 9 kilometer arah barat maritim Kota Palu.

 Warga Kota Palu sempat gelagapan dikala gempabumi berlangsung, terutama yang berada di gedung bertingkat, akhir getaran gempabumi terjadi sekitar lima detik. Hingga dikala ini belum dilaporkan terkena kerusakan atau korban jiwa akhir gempabumi tektonik itu. Kota Palu akhir-akhir ini memenag sering dilanda gempabumi dengan kekuatan berkisar 4,0 SR hingga 5,5 SR lantaran di wilayah ini terdapat Sesar Palu-Koro yang dikenal aktif.Melihat hiposenter gempabumi ini yang relatif dangkal spesialuntuk 23kilometer tampaknya gempabumi ini memang dipicu oleh kegiatan sesar lokal.


Tektonik dan Seismisitas

Daerah Palu ialah salah satu daerah seismik aktif di Indonesia. Tingginya tingkat kegiatan kegempaan di daerah ini tidak lepas dari lokasinya yang berada pada zona benturan tiga lempeng tektonik utama dunia, yaitu Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pertemuan ketiga lempeng ini bersifat konvergen dan ketiganya bertumbukan secara relatif mengakibatkan Daerah Sulawesi Tengah dan sekitarnya menjadi salah satu daerah yang mempunyai tingkat kegempaan yang cukup tinggi di Indonesia berkaitan dengan kegiatan sesar aktif.

Menurut Hamilton (1979), ada beberapa segmentasi sesar yang sangat berpotensi membangkitkan gempabumi berpengaruh di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan. Sesar-sesar tersebut adalah: (a) Sesar Palu-Koro yang memanjang dari Palu ke arah Selatan dan Tenggara melalui Sulawesi Selatan pecahan Utara menuju ke selatan Bone hingga di maritim Banda, (b) Sesar Saddang yang memanjang dari pesisir Pantai Mamuju memotong diagonal melintasi daerah Sulawesi Selatan pecahan tengah, Sulawesi Selatan pecahan selatan, Bulukumba menuju ke Pulau Selayar pecahan Timur, dan (c) Sesar Parit-Parit  di Laut Makassar Selatan dan Laut Bone, dan beberapa anak patahan baik yang berada di darat maupun di laut.

Untuk mengetahui tingkat kegiatan kegempaan di Palu, perlu dilakukan kajian sejarah gempabumi dan seismisitas. Berdasarkan distribusi seismisitas, tampak klaster kegiatan gempabumi yang cukup tinggi di sepanjang sesar aktif Palu-Koro hingga memotong Kota Palu. Ditinjau dari kedalaman gempabuminya, kegiatan gempabumi di zona ini tampak didominasi oleh gempabumi kedalaman dangkal antara 0 hingga 60 kilometer, yang ialah cerminan pelepasan tegangan kerak bumi yang dipicu oleh kegiatan sesar aktif.

Klaster seismisitas gempabumi dangkal ini terserius hampir merata baik di lepas pantai maupun di daratan. Klaster seismisitas ini ialah citra dari sangat aktifnya kondisi tektonik di daerah ini. Kondisi seismisitas ini menyampaikan bahwa daerah Palu dan sekitarnya ialah daerah yang rawan terhadap gempabumi dan tsunami. Apalagi kondisi seismisitas dan tektonik yang ada mendukung untuk terjadinya gempabumi berpengaruh dengan kedalaman dangkal yang sanggup membangkitkan tsunami.

Sejarah Gempabumi

Daerah Palu dan sekitarnya, selain sangat rawan gempabumi juga rawan terhadap tsunami. Kerawaan gempabumi dan tsunami daerah ini sudah dibuktikan dengan beberapa catatan sejarah gempabumi dan tsunami yang berlangsung semenjak tahun 1927, ibarat Gempabumi dan Tsunami Palu 1927, Gempabumi dan Tsunami Parigi 1938 dan Gempabumi dan TsunamiTambu 1968.

Gempabumi dan Tsunami Palu 1 Desember 1927 bersumber di teluk Palu dan mengakibatkan kerusakan parah diKota Palu, Palu, Biromaru dan sekitarnya. Gempabumi juga dirasakan dibagian tengah Pulau Sulawesi yang jaraknya sekitar 230 kilometer. Selain menimbulkan kerusakan sangat parah, gempabumi ini juga memicu tsunami  di Teluk Palu.

Gelombang Tsunami yang tingginya mencapai 15 meter ini terjadi segera setelah terjadi gempabumi. Banyak bangunan rumah di daerah pantai mengalami kerusakan parah. Bencana ini mengakibatkan 14 orang meninggal, dan 50 orang luka-luka. Tsunami juga menimbulkan kerusakan dipelabuhan. Tangga dermaga Pelabuhan Talise hanyut akhir tertidakboleh tsunam ini,sementara itu berdasarkan laporan dasar maritim setempat mengalami penurunan sedalam12 meter.

Gempabumi dan Tsunami Parigi 20 Mei 1938 terjadi sangat dahsyat, hingga dirasakan hampir diseluruh pecahan Pulau Sulawesi dan Bagian timur pulau Kalimatan. Daerah yang menderita kerusakan paling parah ialah daerah Teluk Parigi. Di tempat ini dilaporkan 942 unit rumah roboh. Kerusakan yang ditimbulkan ini mencakup lebih dari 50 % rumah yang ada wilayah tersebut, sedangkan 184 rumah lainnya rusak enteng.

Di Teluk Parigi dilaporkan 16 orang tewas tenggelam, dan di Ampibabo satu orang tewas tersapu gelombang tsunami. Dermaga Pelabuhan Parigi hanyut, dan menara suar penjaga pantai mengalami rusak berat. Binatang ternak dan pohon kelapa juga banyak yang hanyut tersapu gelombang tsunami. Beberapa ruas jalan di daerah Marantale mengalami retak-retak dengan lebar 50 cm disertai keluar lumpur, bahkan sebuah rumah bergeser hingga 25 meter, namun daerah Palu mengalami kerusakan enteng. Di daerah Poso dan Tinombo dirasakan getaran sangat kuat, tetapi tidak menimbulkan kerusakan.

Gempabumi dan Tsunami Tambu 14 Agustus 1968 ialah gempabumi berpengaruh yang bersumber di lepas pantai barat maritim Sulawesi. Akibat gempabumi tersebut, di Teluk Tambu, antara Tambu dan Sabang, terjadi fenomena air surut hingga kira-kira 3 meter dan selanjutnya terjadi hempasan gelombang tsunami.Pada beberapa tebing terjadi longsoran dan terjadi retakan tanah yang disertai munculnya pancaran air gerah.

Di Daerah Sabang dilaporkan bahwa tsunami dating dengan bunyi gemuruh. Tsunami tersebut juga menyerang di sepanjang pantai Palu. Menurut laporan, ketinggian gelombang tsunami mencapai 10 meter dan limpasan tsunami ke daratan mencapai 500 meter dari garis pantai. Daerah yang mengalami kerusakan paling parah ialah daerah Mapaga. Ditempat ini ditemukan160 orang meninggal dan 40 orang ditetapkan hilang, serta 58 orang luka parah.

Terakhir, Gempabumi dan Tsunami Toli-Toli dan Palu 1996 (M6.3), mengakibatkan 9 orang tewas,serta kerusakan parah di Desa Bangkir, Toli-Toli, Tonggolobibi, dan Palu. Gempabumi ini juga memicu tsunami  denganketinggian 2 meter dengan limpasan air maritim ke daratan sejauh 400 meter (Suparto et al. 2006). 

Tingginya kegiatan gempabumi di Daerah Palu berlangsung hingga sekarang. Dalam beberapa tahun terakhir, gempabumi berpengaruh masih terjadi dan mengguncang daerah ini, ibarat Gempabumi Palu-Palu yang terjadi pahadirgal 24 Januari 2005 yang mengakibatkan satu orang meninggal dan  4 orang luka-luka.

Bagi masyarakat Palu dan sekitarnya, kondisi alam yang kurang berteman akrab ini ialah sesuatuyang harus diterima sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, tiruana itu ialah risiko yang harus dihadapi sebagai penduduk yang tinggal di daerah seismik aktif.

Bagi kalangan hebat kebumian dan instansi terkait dalam penanganan bencana, goyahnya Daerah Palu secara tektonik ialah tantangan berpikir untuk menyusun taktik mitigasi yang sempurna untuk memperkecil risiko kalau sewaktu-waktu terjadi peristiwa bencana gempabumi dan tsunami di Daerah Palu dan sekitarnya ibarat yang terjadi pada masa lalu.***


Direktur Cides Rudi Wahyono menyampaikan semenjak terjadi gempa magnitudo 7,7 sudah terjadi puluhan gempa susulan dengan magnitudo lebih kecil. Berdasarkan analisa, tampaknya ada pergeseran lempeng antara Filipina Plate dengan Sunda Plate. Adanya pergeseran dari dua lempengan tersebut mengakibatkan gempa yang kuat. Sementara untuk tsunami terjadi lantaran sentra gempa letak dan posisinya cukup dangkal dan kekuatan gempa sangat kuat. Dari peta seismic, hari ini terjadi gempa beruntun dan berderet dari utara wilayah Sulawesi ke wilayah selatan Sulawesi.


Phil Cummins, seorang profesor petaka dari Australian National University menyebut diperlukan waktu berbulan-bulan untuk memastikan penyebab tsunami di Sulteng.

Cummins menerangkan, gempa di Sulteng pekan kemudian bukan berjenis thrust earthquake, yakni jenis gempa yang kerap mengakibatkan tsunami. Dalam kondisi gempa ibarat ini, lempeng tektonik bergerak secara vertikal naik dan turun serta memindahkan air.

Sebaliknya, gempa Sulteng disebabkan oleh lempeng tektonik yang bergerak secara horizontal. Gempa tersebut, berdasarkan Cummins, biasanya spesialuntuk mengakibatkan tsunami kecil atau lemah. Tak spesialuntuk itu, ia menerangkan, tsunami kerap disebabkan oleh gempa yang jaraknya ratusan mil dari pantai dan goncangan jarang dirasakan di darat.

Sementara di Sulteng, gempa terjadi tak jauh dari pantai. “Adalah tidak biasa melihat peristiwa ganda ibarat ini,” kata Cummins, dikutip laman the Guardian pada Selasa (2/10). Disebutkan bahwa diperlukan beberapa bulan penelitian lapangan dan eksplorasi bahwa maritim untuk memilih penyebabnya.

Chairman of the Asian School of Environment di Nanyang Technological University, Singapura, Adam Switzer menyoroti wacana pertanyaan apakah gempa bumi dan tsunami di Sulteng tak terprediksi. Ia mengatakan, terdapat sistem gangguan besar dan terdokumentasi dengan baik yang berjalan melalui Palu dan panjangnya sekitar 200 kilometer.


Ia mengungkapkan terdapat kejadian serupa pada pertama 1900-an dan sekitar 1937, walaupun tidak diketahui apakah hal itu mengakibatkan tsunami.

“Dan ada sebuah makalah yang diterbitkan pada 2013, di mana dimasukankan sesar Palu, yang sangat lurus dan panjang, berpotensi mengakibatkan gempa bumi dan tsunami yang sangat merusak,” katanya.

Kaprikornus menurutnya, sudah terdapat materi untuk dipelajari guna mengantisipasi terjadinya gempa dan tsunami di Sulteng. “Tapi pertanyaannya adalah, apakah kita berguru sesuatu dari kejadian masa lalu? Sepertinya tidak demikian,” ujar Switzer.

Hamza Latief dari Institut Teknologi Bandung yang sudah mereview garis patahan itu semenjak 1995 mengatakan, tsunami bukanlah yang pertama kali menghantam area tersebut. Berdasarkan catatan sejarah, pada 1927, gelombang setinggi 3-4 meter bergerak di lisan teluk, namun meningkat hingga 8 meter ketika mendekati daratan.

Kemudian wacana banyaknya korban jiwa akhir gempa dan tsunami di Sulteng, Switzer dan Cummins setuju hal itu tidak disebabkan oleh teknologi, melainkan minimnya pengetahuan masyrakat.

Menurut Switzer, tsunami di Sulteng tidak sama dengan tsunami yang menghantam Aceh pada 2004. Tsunami Sulteng ialah tsunami lokal akhir gempa akrab pantai. “Bagi orang-orang di pantai dan di kota, gempa seharusnya menjadi peringatan dini,” ucap Switzer.

Cummins pun beropini demikian. Ia menilai, serius pada titik kegagalan teknolgi dalam konteks gempa Sulteng ialah keliru. Walaupun ada anggapan yang menyebut alat pendeteksi gempa dan tsunami sebagai sistem dari peringatan dini di Sulteng belum diperbaiki selama enam tahun.

Namun Cummins mengatakan, dalam situasi tersebut masyarakat tidak sanggup mengandalkan sistem peringatan. Mereka harus segera mencari tempat tinggi segera sesaat setelah gempa terjadi.

“Mereka tidak sanggup menunggu sirene atau peringatan, mereka harus bergerak cepat. Masalahny adalah, dari apa yang saya lihat dari rekaman (tsunami Sulteng), banyak orang tampaknya tidak melaksanakan hal itu,” ujarnya.

“Entah mereka tidak tahu mereka perlu melaksanakan hal itu atau mereka tidak percaya apa pun akan terjadi, dan dalam kasus yang menyampaikan masyarakat di Sulawesi tidak berpengetahuan wacana apa yang perlu mereka lakukan dalam situasi itu, itulah yang membunuh orang-orang,” kata Cummins menambahkan.




sepertiyang diperkirakan, angka korban tewas terus bertambah. Sesudah 1.407 dikuburkan dalam pemakaman massal, tim darurat menemukan sejumlah mayit lagi, yang masih akan diidentifikasi.
Juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho dalam jumpa pers Kamis (4/10) menyebut, para korban tewas itu terdiri dari 1.203 di Palu, 144 Donggala, 64 Sigi, 12 Parigi Moutong, seorang di Pasang Kayu.
Menurut Sutopo, bandara Mutiara Sis Al Jufri Palu kini sudah mulai dibuka untuk penerbangan komersial, setelah sebelumnya spesialuntuk dipakai untuk pesawat militer dan pengangkut menolongan darurat kemanusian.




DaftarPustaka
Steve, J.M. and Moyra E.J.W., 1998,Biogeographic Implication of the Tertiary paleogeaographic evolution of Sulawesi and Borneo, SE Asia Research Group, University of Technology, Perth,Australia. 

Suparto, Eka T.P.dan Surono, 2006, Katalog gempabumi merusak di Indonesia tahun 1629-2006 edisi ketiga.

Hamilton, W., 1979,Tectonic of Indonesia Region, Geological Survey Professional Paper, UnitedStates Government Printing Office, Washington.








references by tribunnews, republika
0 Komentar untuk "Apa Penyebab Gempa Palu & Donggala 2018 ?"

Back To Top